Apakek

Sunday, October 10, 2010

Bodoh

Sebodoh-bodohnya orang, kalau hatinya bersih pasti bisa pintar
--Bapak gw

Saturday, October 9, 2010

Tesis

Tadi pagi, ada kumpul di ruang AV sekolah saya untuk membahas Tesis. Tentu tesis yang disebut di sini bukan benar-benar tesis seperti mahasiswa yang ingin meraih gelar Master. Intinya, ajang murid SMA saya untuk meneliti di suatu tempat, terserah ingin meneliti apa. Kemudian dibuat karya tulisnya, dan dipresentasikan. Kebetulan tesis angkatan saya diadakan di Desa Situraja Utara, Situraja, Sumedang, Jawa Barat.

Awalnya, sangat senang karena ada penelitian semacam ini. Kemudian, begitu melihat pembagian kelompok, cukup bingung. Karena nampaknya, kelompok saya tidak memiliki semangat yang tinggi.... Oh.

Malam hari sebelum kumpul, diSMSlah teman-teman satu kelompok yang saya miliki nomor handphonenya. Tidak ada yang membalas, satupun. Esoknya, dikira teman kelompok sudah tahu bahwa nanti pagi akan ada pengarahan. Tapi benar saja: tidak ada yang datang. Hanya saya sendirian perwakilan dari kelompok 28. Seorang.

Absurd.

Serta-merta, saya mau tidak mau menjadi ketua kelompok. Gimana lagi? Kalau saya nunjuk, takutnya nanti yang bersangkutan tidak sanggup/tidak mau/tidak bekerja sesuai harapan. Ya sudah, pasrah menjadi ketua kelompok. Ini akan menjadi tugas yang sangat berat.

Kemudian, masalah belum selesai di situ. Langsung saja disuruh merumuskan judul penelitian. Yak, merumuskan judul, padahal belum pernah berkumpul dengan teman satu kelompok. Belum pernah sama sekali.

Alhasil, saya lah yang harus merumuskan judul. Sendirian. Holy grail.



Tidak ada ide. Kemudian terpikirkan Google.... Dan saya semula ingin meneliti tentang impact teknologi informasi terhadap warga sekitar. Namun, saya takut di sana masih gaptek. Boro-boro internet, handphone saja jangan-jangan masih jarang yang punya. Pikir saya. Kalau sampai begitu, bisa gagal total penelitian, dan pulang dengan tangan hampa. Toh judul yang saya pikirkan tadi telah diambil kelompok lain.

Kemudian, setelah berpikir, saya rumuskanlah judul: Tingkat Minat Baca Anak, Remaja, dan Orang Dewasa di Desa Situraja. Mungkin Anda bisa bilang, ini absurd. Namun, tak ada lagi yang lain di benak saya.

Nama itu adalah... Beban

Apalah arti sebuah nama?
--Shakespeare, (1564-1616)

Mungkin Anda sering sekali mendengar potongan syair di atas. Sebenarnya saya cukup setuju dengan syair Shakespeare tersebut. Toh, kalau memang takdirnya "mawar" itu bernama "babi", orang tetap menyebut "babi" dengan sukacita, bukan sebagai kata kotor. "Babi" juga akan tetap harum.

Cukuplah pembuka di atas, saya tidak akan memperdebatkan masalah penamaan. Tetapi arti nama, arti nama kita.

Sekitar satu bulan yang lalu, saya mengobrol virtual dengan seorang teman blog. Mengobrol tentang nama. Lalu dia menanyakan arti nama saya. Tentu, saya tolak mentah-mentah untuk menjawabnya. Hal ini karena, saya takut belum bersikap sesuai dengan arti nama saya. Dan saya terpikirkan untuk menulis ini.

Orang bilang, nama adalah do'a. Misalnya, ada orang yang bernama "Muhammad". Orang tuanya tentu berharap supaya anaknya bisa berkelakuan dan berakhlak mulia seperti Nabi Muhammad. Sayangnya, kelakuannya jauuuh sekali dari Nabi Muhammad. Kurang ajar luar biasa, suka mencuri, menjambret, tidak beribadah, kata-katanya kotor, dan sebagainya. Ke manakah sifat Nabi Muhammad yang diamanahkan dan didoakan orang tua untuknya? Hanyakah itu formalitas semata supaya namanya bagus?

Tetapi guru kesenian saya bilang: doa kalau diamini, tetapi tidak diusahakan, sama saja bohong. Ya, itu dia. Ya, saya sangat setuju dengan kata-kata guru saya tadi. Maka, bila orangtua telah mendoakan kita dengan nama yang bagus dan baik, maka selayaknyalah kita merealisasikannya.

Maka, tak heran kalau orang jaman dulu bilang: Memberi nama anak sebaiknya jangan terlalu bagus, nanti malah menyulitkan kita (baca: orangtua) dan anak itu sendiri. Bagaimana pendapat Anda?

Awalnya, saya setuju. Tapi sekarang, tidak setuju. Karena pada dasarnya kita sanggup memikul beban yang ditimpakan seberat apapun.

Jangan mau menjadi "Muhammad" yang kelakuannya buruk seperti tadi. Bahagiakanlah orang tua dengan menjadi apa yang telah didoakan orang tua, bahagiakan mereka. Sulit memang, tapi tak ada salahnya untuk berusaha. Marilah kita berusaha untuk menjadi seperti arti nama kita, supaya dunia ini semakin indah.

Saturday, October 2, 2010

Media Cetak (katanya) Menuju Kematian

Luar negeri sudah ketakutan karena media elektronik (internet) sudah mulai mengalahkan media cetak. Sampai-sampai di barat sana ada banyak koran yang mulai bangkrut. Akhirnya banyak pula yang mulai mencari ide: koran dikemas dalam bentuk elektronik, bukan cetak yang setiap pagi diantarkan loper koran. Beritanya pun jadi sering diupdate. Tentu dengan harga langganan per bulan yang mahal.

Belum lagi e-book yang semakin merajai pasaran. Amazon Kindle dan iPad semakin menjamur. Banyak juga yang sekedar beli pdf buku, atau download bajakannya. Tapi, namanya barat, situs bajakan tidak akan awet umurnya. Yaa, intinya buku ataupun media cetak lainnya di luar negeri mulai kehilangan gregetnya.

Itu luar negeri. Bagaimana dengan Indonesia?



Tidak tuh, tidak ada pengaruhnya. Memang pernah ada surat kabar tidak terkemuka yang mengeluh bahwa oplahnya menurun. Kemudian dengan konyolnya, orang penting surat kabar tersebut bilang, karena media elektronik sudah merambah dan akhirnya koran terbitannya menurun oplahnya. Tidak masuk akal,

Friday, October 1, 2010

Oktober

Bulan Oktober telah tiba.

Semoga ke depan bisa lebih baik.