Apakek

Tuesday, November 16, 2010

Eid Mubarak! Eid Mubarak!

Malam ini (menurut perhitungan rukyat) adalah malam takbiran. Jadi, besok (17/11) adalah Idul Adha!! Sementara, menurut hisab, Idul Adha sudah berlangsung hari ini (16/11). Yap, terjadi perbedaan perayaan Idul Adha.

Nah, penentuan awal hari di bulan-bulan hijriyah sendiri itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu hisab dan rukyat. Sebelumnya, apa sih hisab dan rukyat?

Hisab, berarti penghitungan. Jadi, awal bulan ditentukan dengan penghitungan astronomi. Kemudian, ada pula Rukyat. Rukyat berarti mengamati hilal. Hilal adalah bulan sabit sangaaat kecil yang muncul pada setiap awal bulan kalender hijriyah. Pengamatan hilal dilakukan pada menjelang maghrib. Apabila sore itu hilal terlihat, maka hari itu dinyatakan telah masuk awal bulan di kalender hijriyah. Sedangkan bila tidak terlihat, maka digenapkan jumlah hari pada bulan sebelumnya menjadi 30 hari.



Ohiya, fyi, hari di satu bulan hijriyah itu sebanyak 29 atau 30 hari. Tidak seperti masehi yang 30 atau 31 hari.

Untuk lebih memahami, misalnya kita pergunakan bulan Januari dan Februari. Di akhir bulan Januari (anggaplah tanggal 29), saya ingin melihat hilal karena ingin mengetahui kapan awal Februari dimulai. Ternyata, hilal terlihat. Maka, sore itu dinyatakan menjadi tanggal 1 Februari. Namun bila hilal tidak terlihat, maka sore itu dinyatakan tanggal 30 Januari, dan esok sorenya baru awal bulan Februari.

Metode rukyat memiliki beberapa kelemahan. Antara lain perbedaan lokasi yang menyebabkan di suatu wilayah terlihat hilal, namun wilayah lain tidak melihat. Ada pula faktor cuaca yang menyebabkan hilal bisa tidak terlihat.

Metode penentuan hari dengan cara rukyat adalah yang digunakan oleh Nahdlatul Ulama, dan digunakan oleh negara untuk penentuan hari liburnya. Sementara cara hisab digunakan oleh Muhammadiyah.


Nah, yang sering diperdebatkan adalah, mengapa harus terjadi perbedaan?

Saya punya saudara yang bukan seorang Muslim. Dulu saya pernah bertandang ke rumahnya. Kebetulan saat itu terjadi perbedaan penentuan hari raya Idul Fitri. Karena saya mengikuti orangtua yang Muhammadiyah, maka saya merayakan Idul Fitri duluan. Kemudian saudara saya itu bertanya, "Kenapa sih harus beda-beda? Kenapa nggak dijadikan satu saja?" Saya maklum karena beliau bukan seorang Muslim. Yang membuat saya sedih justru yang Muslim tapi memaksakan harus sama.

Hehe.

Sebenarnya, perbedaan itu tidak masalah. Berbeda itu fitrah kok, memang sudah kodratnya ada perbedaan. Islam sendiri memang sejak dahulu sangat toleransi dengan perbedaan. Yang menjadi masalah, jika membeda-bedakan.

Kemudian, dua metode penghitungan hari tersebut memang sah, boleh digunakan yang mana saja. Karena Nabi pernah menggunakan metode rukyat, dan di Quran terdapat ayat yang menyatakan bahwa matahari dan seisi langit bergerak dengan perhitungan.

Tapi bukan berarti dengan menghargai perbedaan, menentukan hari raya bisa asal-asalan juga. Ada yang nggak bener, misalnya dengan melihat pasang surut air laut. Itu tidak ada dalilnya, tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Jadi, terserah saja mau mengikuti yang mana. Yang penting, selamat Idul Fitri!! Eid Mubarak!

3 comments:

chop said...

Setau rani yang rukyat Muhammadiyah deh..sempet dipelajarin waktu kelas XI semester II soalnya. Apa rani lupa ya... =___=''

Tofaninoff said...

nggak kok, Kak. Yang rukyat itu NU. kalo Muhammadiyah hisab :D

chop said...

hah iya bener rani kebalik ternyata.